Tulisan Populer

Bahasa

English German Dutch Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Rabu, 06 Februari 2013

THE CALLERS ( BAB I )




BAB 1 - KAKAK KEMBALI

Sebuah guncangan hebat membangunkanku dari tidur panjangku. Perlahan aku coba membuka mataku sedikit demi sedikit. Suara isak tangis kecil perlahan mulai terdengar menusuk gendang telingaku, perlahan suara tersebut semakin lama semakin ramai, ya suara isak tangis yang memekakkan telinga, begitu membuat pilu hati siapa saja yang mendengarkannya.
Aku merasakan tanganku seperti menyetuh sebuah benda yang begitu dingin, ya...kaku dan begitu dingin, sebuah perasaan dingin yang begitu cepatnya kembali menjalar keseluruh tubuhku. Perlahan aku sadar, mosaik ingatan mulai tersusun rapi dikepalaku, masih tergambar jelas beberapa saat lalu sebelum tertidur aku menggenggam erat tangan lelaki ini, tangan kakakku. Dan sekarang juga masih tetap sama, telapak tangan dingin yang aku genggam tersebut masihlah tangan kakak laki-lakiku.
Tapi ada suatu yang berbeda kali ini, tangan yang dingin tersebut tak lagi mencengkram erat tanganku, seperti biasanya terjadi ketika aku mengeggam tangan tersebut. tak ada lagi pula denyut-denyut kehidupan yang biasanya mengalir melalui salah satu benang kecil yang mengalirkan darah disana, ya denyut nadinya sudah tak ada lagi.
Perlahan aku mulai sadar, suara isak tangis tadi semakin jelas terdengar, tidak beberapa saat lalu aku ingat hanya berdua diruangan ini, lantas suara siapa tersebut??
Tanpa aku sadari sebelumnya, kerumunan orang sudah berkumpul diruangan tersebut, dan suara isak tangis yang begitu pilu tersebut datangnya dari seorang wanita setengah baya berambut pendek hitam didepanku, ibu. Keperhatikan lagi dengan seksama, ibu, ayah, dan setyo adik laki-lakiku yang masih berusia 14 tahun tersebut berada disana, disisi lain dari tempatku sekarang duduk.
Tidak hanya itu, beberapa anggota keluarga laiinya juga terlihat berada diruang sempit ini, ruangan yang kecil ini terasa semakin sesak ketika diisi orang yang begitu banyak ini. Seluruh keluarga besar kami sudah berkumpul disini. Tanpa aku pahami apa makna dari semua ini.
Namun lambat laun logikaku mulai saling berkaitan,
“isak tangis, semua orang datang, tangan yang dingin...........” gumamku lirih...
kakak...???!! aku tercekat, aku sebenarnya membenci kesimpulan akhir dari logika yang aku kait dan simpulkan sendiri ini.
Tidak...aku tidak akan mempercayai logika bodohku tersebut, tidak....
Perlahan aku mulai menyadari sesuatu, menyadari sesuatu yang tak ingin aku percayai...
Seseorang dihadapanku sekarang akan segera kembali...ya akan segera kembali...tapi bukan kembali kerumah kami, bukan pula untuk kembali menemaniku belajar hingga larut malam, bukan juga kembali untuk sekedar bermain game bersamaku dan setyo, bukan...dan masih banyak bukan-bukan laiinya.
“kakak...........!!!!!!!!!!!!!!!!” aku berteriak sejadi-jadinya, mengalahkan segala isak tangis yang tadi memekakkan telinga, teriakan yang membuat semuanya terdiam,
Perlahan hatiku terasa tercabik-cabik, seluruh tubuhku seperti dikerubungi ribuan, bahkan jutaaan semut yang mengigit kulit-kulit tubuhku, tanganku terus mengenggam erat tangan dinginnya tadi, lalu tanganku mengguncang-guncangkan tubuh kaku nan dingin lelaki tersebut.
“kakak.....” suaraku memelan, tenggelam oleh air mata yang meleleh tak henti-hentinya dari sudut mataku, membasahi pipi hingga jatuh ketubuh yang kaku tersebut.
Sebuah tangan besar merangkulku dari belakang, mencoba memelukku dengan lebih erat, sebuah pelukan hangat dari seorang lelaki besar tinggi... ayah memelukku begitu erat, mencoba menenangkanku, meski tak ada suara, namun pelukan tersebut seperti mengatakan untuk mencoba mengikhlaskan kembalinya kakakku, ia telah kembali dengan tenang kesana, ketempat seharusnya semuanya akan berakhir dan bermula..
Dibalik rangkulan ayah, aku masih bisa melihat wajah kakak, Wajahnya tersenyum pilu disana, matanya telah tertutup rapat, namun sepertinya wajah tersebut bukanlah sebuah wajah yang bisa kembali dengan tenang, hanya sebuah wajah yang selalu menghawatirkan sesuatu, entah sesuatu apa...
Suasana begitu mencekam disana, tak ada suara hanya ada isak-isak tangis yang bersaut-sautan, setyo tak henti-hentinya mengangis dibawah ketiak ibuku, meski sudah tak sekencang tadi, isak tangis ibu masih tersisah disana, air mata yang menempel dimatanya seakaan sudah mengering oleh sesuatu hal.
Beberapa kata yang hanya muncul diruangan tersebut adalah “sabar, ikhlaskan, dan tenang” hanya itu kata-kata yang bisa diucapkan sanak famili kami, ke orangtua dan dua saudara yang telah ditinggalkan oleh seorang anak laki-laki kebanggaan keluarga tersebut. anak sulung yang kini harus kembali untuk selamanya......



Hari ini kakak dikuburkan ditempat pemakaman yang berada tak jauh dari rumah kami, suasana begitu hening disana, hanya ada beberapa suara doa yang dilantunkan untuk mengiringi kepergiannya. Satu persatu sendokkan tanah jatuh keatas tubuh kakunya yang telah sempurna tertutup kain putih, semakin lama semakin tertutup dan ia telah hilang ditelan bumi.
Satu-persatu orang-orang mulai meninggalkan tempat pemakaman tersebut, kami berempat yang paling lama berada disana, lalu ibu akhirnya mau pulang juga setelah dibujuk oleh ayah, setyo mengikuti mereka berdua. Namun aku tetap tak bisa meninggalkan tempat tersebut. aku masih ingin terus bersamanya lebih lama lagi.
Aku mencoba mengingat berbagai kenangan yang telah kami lewati bersama, itu membuat air mata tak berhenti jatuh dibalik kacamata minus, membasahi pipi mulusku, hingga ketenggorokan dan jatuh diatas pusaran tanah yang masih basah tersebut.
“usap air matamu....” tiba-tiba sebuah suara mengejutkanku dari sebelah belakang, aku melihat seorang lelaki dengan jas hitamnya, sebuah topi lebar berwarna senada dan kacamata hitam menghiasi kepala lelaki tersebut. tangannya menyodorkan sebuah sapuh tangan putih yang kontras dengan segala yang ia kenakan ditubuhnya tersebut.
“siapa kau??” aku refleks bertanya, tanganku meraih sapu tangan yang ia berikan aku mencoba mengusap air mataku.
“kau akan segera tahu, bukan sekarang, bukan disini, tapi nanti, dan ditempat lain, tempat dimana aku dan kakakmu selama ini berada” ujarnya dengan sebuah ekspersi yang begitu datar.
Ia membalikkan badannya dan pergi meninggalkanku dengan segudang pertanyaan yang membingungkan, “tempat selama ini berada ??” gumamku lirih,
“apa yang kau maksudkan??” tanyaku kepria didalam pakainan hitam tersebut.
ia menoleh sebentar dan hanya berkata singkat, “ jangan kau sia-siakan kematian kakakmu...” setelah itu ia benar-benar pergi, ditelan oleh rimbunan hutan yang mengelilingi pemakaman ini.
******
Aku masih bertanya-tanya, kebingungan melandaku, apa maksud dari semua ini, siapa lelaki tersebut dan apa hubungannya dengan kakak, semua itu menggangguku beberapa hari pasca meninggalnya kakakku.
Satu yang aku sadari kembali hari ini, tanggal 26, adalah hari ulang tahunku yang ke17, namun berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, biasanya kakak akan pulang dari kantor membawakkan berbagai macam makanan dan beberapa softwere game untuk merayakan hari ini. Namun tidak dengan hari ini, semuanya suram, ibu meski terlihat tegar namun masih terlihat jelas diwajahnya ia mash begitu terpukul, setyo juga masih belum bisa menerima kehilangan kakak, kakak selalu menemaninya bermain setiap kali sore seperti ini. Hanya ayah yang terlihat begitu tegar menghadapi semua ini, ia mencoba untuk mengembalikan keceriaan ditengah keluarga kami, namun itu masih begitu berat saat ini. meski ia begitu tegar, jauh dilubuk hatinya barang tentu masih sangat merindukan anak sulung kebanggaannya. Anak sulung yang akan sangat diharapkannya menjadi seorang lelaki yang sukses suatu hari nanti.
Tak terasa hari sudah menjadi larut malam kira-kira sekitar pukul 12 malam, sengaja aku masuk kedalam kamar kakakku malam ini, untuk sekedar tidur diatas ranjangnya, yah....sebuah ranjang yang akan selalu aku kenang ketika bersamanya, ketika kami saling melempar bantal bertiga, kami tertidur bersama, dan bahkan terkadang kami berkelahi disana sesekali. Meski aku sadari itu tak akan terjadi kembali.
Aku rebahkan badanku diatas ranjang ini, rasanya sudah begitu lama aku tidak tidur disini, setidaknya sejak 2 tahun yang lalu, entah mengapa ia melarangku untuk masuk kedalam kamar ini, sehingga hanya sesekali aku masuk, itupun dengan seijinnya.
Dugg....tanganku menyetuh sesuatu diujung ranjang tersebut, aku coba raba lebih dalam lagi, itu sebuah benda padat didalamnya, itu handphone kakakku, aku coba tarik lebih dekat kearah wajahku, sebuah layar merah dengan tulisan berwarna putih cerah menghiasi halaman depannya, satu, dua, tiga....dan seterusnya ini sebuah perangkingan atau semacam list nama seseorang, aku melihat jelas disana nama kakakku, lukas ferdinan berada pada urutan yang paling bawah, aku bertanya-tanya list apakah ini sebenarnya??, tiba-tiba layar handphone tersebut menjadi gelap, masih sempat aku melihat disudut kanan atas layarnya jam digital dihandphone tersebut menujukkan pukul 1 malam.
Tiba-tiba handphoneku sendiri bergetar, seperti ada sebuah panggilan masuk, siapa yang mungkin menelponku tengah malam begini??? Ah itu sesuatu hal yang tidak mungkin. Aku rogoh kantong celanaku untuk mengambil handphoneku yang berada didalamnya, ketika digengamanku handphone tersebut tak juga berhenti bergetar.
Sebuah kombinasi nomor handphone aneh yang tak pernah aku lihat sebelumnya tertera di layar handphone tersebut
260919984047
Aku ragu untuk mengangkatnya, namun rasa penasaranku melebihi semuanya, aku tekan tombol gaggang hijau tersebut. perlahan dari ujung telpon aku mendengar sebuah suara samar-samar.
“selamat datang........” sebuah suara tegas yang diikuti suara yang sama namun dengan intonasi yang lebih rendah dan samar-samar, bergaung saling bersaut-sautan.
Setelah itu berulang kali kata-kata seconder masuk ketelingaku, menyeramkan, ya begitu menyeramkan, aku jauhkan handphone tersebut dari telingaku, segera aku tutup telpon yang mengerikan itu.
Tiba-tiba 2 pesan singkat masuk kedalam handphoneku, kali ini aku tak ingin lagi membukanya, namun ia terbuka otomatis, yang pertama bertuliskan
26-09-1998-4047, yoga ferdinan, 0 point, rank 7404.
Aku segera menutupnya, dan yang kedua lagi-lagi terbuka otomatis.
Namun tak ada tulisan apa-apa disana, hanya tulisan “callers....” yang ada. Namun suasana mencekam tak terkira tiba-tiba menyelimuti seluruh kamar kakak. Angin bertiup kencang menembus ventilasi kamar ini, sekitarku tiba-tiba menjadi lebih gelap dan pekat seluruh warna seperti tersedot dalam satu titik yang berada tepat didepanku, perlahan-lahan sebuah lingkaran bermotif tulisan kaganga muncul disana, cahaya merahnya yang mematul memenuhi seluruh ruangan kamar. Dari dalam lingkaran tersebut perlahan-lahan sesuatu keluar dari dalamnya.
Aku begitu cemas dengan akan keadaan ini, ingin rasanya aku segera berlari dan keluar dari dalam kamar ini, namun kakiku seperti lumpuh dan tak bisa berbuat apa-apa sehingga aku hanya terpaku melihat bayangan hitam tersebut keluar perlahan-lahan dari dalam lingkaran merah tadi. Digenggamanku, handphoneku tak berhenti-hentinya bergetar kencang membuat seluruh tubuhku terasa berguncang dahsyat.
Bayang tadi kini telah keluar seutuhnya, hanya sebuah bayangan hitam setinggi 2,5 meter hampir menembus awan-awan kamar kakakku, perlahan bayang tersebut bergerak, membuka sesuatu, seperti jubah atau mungkin sayap yang memebentang kekedua sisinya, ah...sepertinya itu lebih seperti sayap yang besar, keduanya terbentang lebar memenuhi sisi kanan dan kiri kamar ini. Dari balik sayap tadi terlihat sesok kepala dengan tanduk satu runcing diatasnya, sebuah google merah menyala seperti mentutupi sebagian kepalanya, badannya seperti berbulu lebat hitam tersebut sedikit terbungkus oleh sebuah rompi ketat berwarna merah dan bercahaya, dari rompi tersebut mengalir garis garis cahaya berwarna merah keujung-ujung tangannya yang berkuku tajam tersebut, juga keujung kakinya yang begitu tinggi dan elegan ditutup celana berwarna hitam yang juga ketat.
Ia menoleh kearahku, meski seuasa begitu mencekam, aku heran tak ada seperti hawa ingin menghabisiku pada saat itu, meski begitu aku tetap terpaku melihat sesuatu yang mengerikan telah berdiri tegak didepanku sekarang.
Tiba-tiba ia buka suara, dan membuatku kaget...
“kita sudah terikat kontrak.......”


Next Stage




Tidak ada komentar:

Posting Komentar