BAB
1 - KAKAK KEMBALI
Sebuah
guncangan hebat membangunkanku dari tidur panjangku. Perlahan aku coba membuka
mataku sedikit demi sedikit. Suara isak tangis kecil perlahan mulai terdengar
menusuk gendang telingaku, perlahan suara tersebut semakin lama semakin ramai,
ya suara isak tangis yang memekakkan telinga, begitu membuat pilu hati siapa
saja yang mendengarkannya.
Aku
merasakan tanganku seperti menyetuh sebuah benda yang begitu dingin, ya...kaku
dan begitu dingin, sebuah perasaan dingin yang begitu cepatnya kembali menjalar
keseluruh tubuhku. Perlahan aku sadar, mosaik ingatan mulai tersusun rapi
dikepalaku, masih tergambar jelas beberapa saat lalu sebelum tertidur aku
menggenggam erat tangan lelaki ini, tangan kakakku. Dan sekarang juga masih
tetap sama, telapak tangan dingin yang aku genggam tersebut masihlah tangan
kakak laki-lakiku.
Tapi
ada suatu yang berbeda kali ini, tangan yang dingin tersebut tak lagi
mencengkram erat tanganku, seperti biasanya terjadi ketika aku mengeggam tangan
tersebut. tak ada lagi pula denyut-denyut kehidupan yang biasanya mengalir
melalui salah satu benang kecil yang mengalirkan darah disana, ya denyut
nadinya sudah tak ada lagi.
Perlahan
aku mulai sadar, suara isak tangis tadi semakin jelas terdengar, tidak beberapa
saat lalu aku ingat hanya berdua diruangan ini, lantas suara siapa tersebut??
Tanpa
aku sadari sebelumnya, kerumunan orang sudah berkumpul diruangan tersebut, dan
suara isak tangis yang begitu pilu tersebut datangnya dari seorang wanita
setengah baya berambut pendek hitam didepanku, ibu. Keperhatikan lagi dengan
seksama, ibu, ayah, dan setyo adik laki-lakiku yang masih berusia 14 tahun
tersebut berada disana, disisi lain dari tempatku sekarang duduk.
Tidak
hanya itu, beberapa anggota keluarga laiinya juga terlihat berada diruang
sempit ini, ruangan yang kecil ini terasa semakin sesak ketika diisi orang yang
begitu banyak ini. Seluruh keluarga besar kami sudah berkumpul disini. Tanpa
aku pahami apa makna dari semua ini.
Namun
lambat laun logikaku mulai saling berkaitan,
“isak
tangis, semua orang datang, tangan yang dingin...........” gumamku lirih...
kakak...???!!
aku tercekat, aku sebenarnya membenci kesimpulan akhir dari logika yang aku
kait dan simpulkan sendiri ini.
Tidak...aku
tidak akan mempercayai logika bodohku tersebut, tidak....
Perlahan
aku mulai menyadari sesuatu, menyadari sesuatu yang tak ingin aku percayai...
Seseorang
dihadapanku sekarang akan segera kembali...ya akan segera kembali...tapi bukan
kembali kerumah kami, bukan pula untuk kembali menemaniku belajar hingga larut
malam, bukan juga kembali untuk sekedar bermain game bersamaku dan setyo,
bukan...dan masih banyak bukan-bukan laiinya.
“kakak...........!!!!!!!!!!!!!!!!”
aku berteriak sejadi-jadinya, mengalahkan segala isak tangis yang tadi memekakkan
telinga, teriakan yang membuat semuanya terdiam,
Perlahan
hatiku terasa tercabik-cabik, seluruh tubuhku seperti dikerubungi ribuan,
bahkan jutaaan semut yang mengigit kulit-kulit tubuhku, tanganku terus
mengenggam erat tangan dinginnya tadi, lalu tanganku mengguncang-guncangkan
tubuh kaku nan dingin lelaki tersebut.
“kakak.....”
suaraku memelan, tenggelam oleh air mata yang meleleh tak henti-hentinya dari
sudut mataku, membasahi pipi hingga jatuh ketubuh yang kaku tersebut.
Sebuah
tangan besar merangkulku dari belakang, mencoba memelukku dengan lebih erat,
sebuah pelukan hangat dari seorang lelaki besar tinggi... ayah memelukku begitu
erat, mencoba menenangkanku, meski tak ada suara, namun pelukan tersebut
seperti mengatakan untuk mencoba mengikhlaskan kembalinya kakakku, ia telah
kembali dengan tenang kesana, ketempat seharusnya semuanya akan berakhir dan
bermula..
Dibalik
rangkulan ayah, aku masih bisa melihat wajah kakak, Wajahnya tersenyum pilu
disana, matanya telah tertutup rapat, namun sepertinya wajah tersebut bukanlah
sebuah wajah yang bisa kembali dengan tenang, hanya sebuah wajah yang selalu
menghawatirkan sesuatu, entah sesuatu apa...
Suasana
begitu mencekam disana, tak ada suara hanya ada isak-isak tangis yang
bersaut-sautan, setyo tak henti-hentinya mengangis dibawah ketiak ibuku, meski
sudah tak sekencang tadi, isak tangis ibu masih tersisah disana, air mata yang
menempel dimatanya seakaan sudah mengering oleh sesuatu hal.
Beberapa
kata yang hanya muncul diruangan tersebut adalah “sabar, ikhlaskan, dan tenang”
hanya itu kata-kata yang bisa diucapkan sanak famili kami, ke orangtua dan dua
saudara yang telah ditinggalkan oleh seorang anak laki-laki kebanggaan keluarga
tersebut. anak sulung yang kini harus kembali untuk selamanya......
Hari
ini kakak dikuburkan ditempat pemakaman yang berada tak jauh dari rumah kami, suasana
begitu hening disana, hanya ada beberapa suara doa yang dilantunkan untuk
mengiringi kepergiannya. Satu persatu sendokkan tanah jatuh keatas tubuh
kakunya yang telah sempurna tertutup kain putih, semakin lama semakin tertutup
dan ia telah hilang ditelan bumi.
Satu-persatu
orang-orang mulai meninggalkan tempat pemakaman tersebut, kami berempat yang
paling lama berada disana, lalu ibu akhirnya mau pulang juga setelah dibujuk
oleh ayah, setyo mengikuti mereka berdua. Namun aku tetap tak bisa meninggalkan
tempat tersebut. aku masih ingin terus bersamanya lebih lama lagi.
Aku
mencoba mengingat berbagai kenangan yang telah kami lewati bersama, itu membuat
air mata tak berhenti jatuh dibalik kacamata minus, membasahi pipi mulusku,
hingga ketenggorokan dan jatuh diatas pusaran tanah yang masih basah tersebut.
“usap
air matamu....” tiba-tiba sebuah suara mengejutkanku dari sebelah belakang, aku
melihat seorang lelaki dengan jas hitamnya, sebuah topi lebar berwarna senada
dan kacamata hitam menghiasi kepala lelaki tersebut. tangannya menyodorkan
sebuah sapuh tangan putih yang kontras dengan segala yang ia kenakan ditubuhnya
tersebut.
“siapa
kau??” aku refleks bertanya, tanganku meraih sapu tangan yang ia berikan aku
mencoba mengusap air mataku.
“kau
akan segera tahu, bukan sekarang, bukan disini, tapi nanti, dan ditempat lain,
tempat dimana aku dan kakakmu selama ini berada” ujarnya dengan sebuah ekspersi
yang begitu datar.
Ia
membalikkan badannya dan pergi meninggalkanku dengan segudang pertanyaan yang
membingungkan, “tempat selama ini berada ??” gumamku lirih,
“apa
yang kau maksudkan??” tanyaku kepria didalam pakainan hitam tersebut.
ia
menoleh sebentar dan hanya berkata singkat, “ jangan kau sia-siakan kematian
kakakmu...” setelah itu ia benar-benar pergi, ditelan oleh rimbunan hutan yang
mengelilingi pemakaman ini.
******
Aku
masih bertanya-tanya, kebingungan melandaku, apa maksud dari semua ini, siapa
lelaki tersebut dan apa hubungannya dengan kakak, semua itu menggangguku
beberapa hari pasca meninggalnya kakakku.
Satu
yang aku sadari kembali hari ini, tanggal 26, adalah hari ulang tahunku yang
ke17, namun berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, biasanya kakak akan pulang
dari kantor membawakkan berbagai macam makanan dan beberapa softwere game untuk
merayakan hari ini. Namun tidak dengan hari ini, semuanya suram, ibu meski
terlihat tegar namun masih terlihat jelas diwajahnya ia mash begitu terpukul,
setyo juga masih belum bisa menerima kehilangan kakak, kakak selalu menemaninya
bermain setiap kali sore seperti ini. Hanya ayah yang terlihat begitu tegar
menghadapi semua ini, ia mencoba untuk mengembalikan keceriaan ditengah keluarga
kami, namun itu masih begitu berat saat ini. meski ia begitu tegar, jauh
dilubuk hatinya barang tentu masih sangat merindukan anak sulung kebanggaannya.
Anak sulung yang akan sangat diharapkannya menjadi seorang lelaki yang sukses
suatu hari nanti.
Tak
terasa hari sudah menjadi larut malam kira-kira sekitar pukul 12 malam, sengaja
aku masuk kedalam kamar kakakku malam ini, untuk sekedar tidur diatas
ranjangnya, yah....sebuah ranjang yang akan selalu aku kenang ketika
bersamanya, ketika kami saling melempar bantal bertiga, kami tertidur bersama,
dan bahkan terkadang kami berkelahi disana sesekali. Meski aku sadari itu tak
akan terjadi kembali.
Aku
rebahkan badanku diatas ranjang ini, rasanya sudah begitu lama aku tidak tidur
disini, setidaknya sejak 2 tahun yang lalu, entah mengapa ia melarangku untuk
masuk kedalam kamar ini, sehingga hanya sesekali aku masuk, itupun dengan
seijinnya.
Dugg....tanganku
menyetuh sesuatu diujung ranjang tersebut, aku coba raba lebih dalam lagi, itu
sebuah benda padat didalamnya, itu handphone kakakku, aku coba tarik lebih
dekat kearah wajahku, sebuah layar merah dengan tulisan berwarna putih cerah
menghiasi halaman depannya, satu, dua, tiga....dan seterusnya ini sebuah
perangkingan atau semacam list nama seseorang, aku melihat jelas disana nama
kakakku, lukas ferdinan berada pada urutan yang paling bawah, aku
bertanya-tanya list apakah ini sebenarnya??, tiba-tiba layar handphone tersebut
menjadi gelap, masih sempat aku melihat disudut kanan atas layarnya jam digital
dihandphone tersebut menujukkan pukul 1 malam.
Tiba-tiba
handphoneku sendiri bergetar, seperti ada sebuah panggilan masuk, siapa yang
mungkin menelponku tengah malam begini??? Ah itu sesuatu hal yang tidak mungkin.
Aku rogoh kantong celanaku untuk mengambil handphoneku yang berada didalamnya,
ketika digengamanku handphone tersebut tak juga berhenti bergetar.
Sebuah
kombinasi nomor handphone aneh yang tak pernah aku lihat sebelumnya tertera di
layar handphone tersebut
260919984047
Aku
ragu untuk mengangkatnya, namun rasa penasaranku melebihi semuanya, aku tekan
tombol gaggang hijau tersebut. perlahan dari ujung telpon aku mendengar sebuah
suara samar-samar.
“selamat
datang........” sebuah suara tegas yang diikuti suara yang sama namun dengan
intonasi yang lebih rendah dan samar-samar, bergaung saling bersaut-sautan.
Setelah
itu berulang kali kata-kata seconder masuk ketelingaku, menyeramkan, ya begitu
menyeramkan, aku jauhkan handphone tersebut dari telingaku, segera aku tutup
telpon yang mengerikan itu.
Tiba-tiba
2 pesan singkat masuk kedalam handphoneku, kali ini aku tak ingin lagi
membukanya, namun ia terbuka otomatis, yang pertama bertuliskan
26-09-1998-4047,
yoga ferdinan, 0 point, rank 7404.
Aku
segera menutupnya, dan yang kedua lagi-lagi terbuka otomatis.
Namun
tak ada tulisan apa-apa disana, hanya tulisan “callers....” yang ada. Namun
suasana mencekam tak terkira tiba-tiba menyelimuti seluruh kamar kakak. Angin bertiup
kencang menembus ventilasi kamar ini, sekitarku tiba-tiba menjadi lebih gelap
dan pekat seluruh warna seperti tersedot dalam satu titik yang berada tepat
didepanku, perlahan-lahan sebuah lingkaran bermotif tulisan kaganga muncul
disana, cahaya merahnya yang mematul memenuhi seluruh ruangan kamar. Dari dalam
lingkaran tersebut perlahan-lahan sesuatu keluar dari dalamnya.
Aku
begitu cemas dengan akan keadaan ini, ingin rasanya aku segera berlari dan
keluar dari dalam kamar ini, namun kakiku seperti lumpuh dan tak bisa berbuat
apa-apa sehingga aku hanya terpaku melihat bayangan hitam tersebut keluar
perlahan-lahan dari dalam lingkaran merah tadi. Digenggamanku, handphoneku tak
berhenti-hentinya bergetar kencang membuat seluruh tubuhku terasa berguncang
dahsyat.
Bayang
tadi kini telah keluar seutuhnya, hanya sebuah bayangan hitam setinggi 2,5
meter hampir menembus awan-awan kamar kakakku, perlahan bayang tersebut
bergerak, membuka sesuatu, seperti jubah atau mungkin sayap yang memebentang
kekedua sisinya, ah...sepertinya itu lebih seperti sayap yang besar, keduanya
terbentang lebar memenuhi sisi kanan dan kiri kamar ini. Dari balik sayap tadi
terlihat sesok kepala dengan tanduk satu runcing diatasnya, sebuah google merah
menyala seperti mentutupi sebagian kepalanya, badannya seperti berbulu lebat
hitam tersebut sedikit terbungkus oleh sebuah rompi ketat berwarna merah dan
bercahaya, dari rompi tersebut mengalir garis garis cahaya berwarna merah
keujung-ujung tangannya yang berkuku tajam tersebut, juga keujung kakinya yang
begitu tinggi dan elegan ditutup celana berwarna hitam yang juga ketat.
Ia
menoleh kearahku, meski seuasa begitu mencekam, aku heran tak ada seperti hawa
ingin menghabisiku pada saat itu, meski begitu aku tetap terpaku melihat
sesuatu yang mengerikan telah berdiri tegak didepanku sekarang.
Tiba-tiba
ia buka suara, dan membuatku kaget...
“kita
sudah terikat kontrak.......”
Next Stage
Next Stage
Tidak ada komentar:
Posting Komentar