Semilir
sepoi-sepoi angin malam itu, menerpa setiap sudut wajahku, wajah sendu yang
sedang bimbang ditengah hiruk pikuk dimalam itu, kuperhatikan beberapa anak
muda mungkin beberapa tahun dibawahku sedang sibuk membuat hiasan pernikahan
dipanggung yang sudah didirikan bapak-bapak sore tadi, disisi lain, para
ibu-ibu juga sedang sibuk masing-masing ada yang masak, ada yang menyiapkan
prasmanan, dan berbagai kegiatan lainnya, beberapa anak kecil sibuk berlari
dari satu tempat ke tempat lainnya, wajah ceria dan senyum lepas mereka
menyejukkan bagi siapa saja yang melihatnya.
Bimbang,
ya hatiku bimbang saat itu, aku kembali bertanya-tanya kedalam lubuk hatiku
yang paling dalam, sudah siapkah aku??, sudah mampukah aku??, akankah ini tak
terlalu cepat diusiaku yang masih 20 tahun ini?? Apa kata orang-orang dengan
pernikahan diniku ini??, semuanya berkecamuk mesra didalam setiap sudut
pikiranku.
Besok
adalah acara besar tersebut, acara yang akan membuatku segera melepas masa
lajang tersebut, melepas masa bujang tersebut, dan melepas masa kesendirianku
tersebut, yah...besok akan dilaksanakan akad nikah yang akan digelar berbarengan
dengan pesta syukuran setelahnya.
Melepas
masa lajang??? Kembali pikiran itu berkecamuk dihatiku, apakah aku siap??, siap
untuk melepas masa mudaku, aku sering teringat dengan kata-kata temanku untuk
tak terlalu terburu-buru menikah dahulu, ia bilang masa muda itu singkat, tak
akan mungkin terulang lagi, dan aku baru sebentar sekali menyicipnya, namun
dikala itu aku tak begitu menghiraukan kata-katanya,
Melepas
masa bebas?? Ahh.... akankah aku akan begitu terkekang ketika sudah beristri
kelak??, tak bisakah aku kumpul dengan teman-temanku lagi??, ehmm.. tunggu
dulu, dimasa bujangku aku tak begitu sering sekedar kumpul-kumpul atau
begandang tak jelas dengan teman sejawatku, mungkin karena aku tak begitu punya
banyak teman, atau aku memang yang tak suka dengan kegiatan tersebut.
“Ahh....
lebih baik aku kembali kekamar dan tidur saja..” gumamku, ini lebih baik agar bisa
terbebas dari pikiran-pikiran ngelantur tak jelas ini, segera saja aku masuk
kekamar, kurebahkan badanku dikasur empuk tersebut, kasur indah yang mungkin
akan kutempati dengan istriku dibesok malam.
Namun
tiba-tiba pikiranku melayang lagi, usia 20 tahun aku sudah menikah, apakah tak
terlalu cepat??, apakah aku dan calon istriku kelak yang usianya juga 20 tahun
sekarang bisa melewati setiap badai yang akan menghadang rumah tangga kami??,
apakah aku kelak dan ia bisa merawat anak kami dengan sebaik-baiknya??, apakah
kami bisa tak bergantung lagi dengan orang tua kami kelak???, begitu banyak
pertanyaan yang mengelayut bak monyet tua dipikiranku, membuat hilang sudah
rasa kantukku, akupun bangkit dari kasur tersebut, terdengar suara detingan
gitar yang bertalu-talu, juga disambut suara cekikikan pemuda-pemudi yang
seumuran denganku, mereka tak lain saudara sepupu dan beberapa temanku, saling bernyanyi dan bersendau gurau, aku
yakin mereka tak merasakan beban seberat yang kurasakan saat ini.
Aku
keluar dan ikut bergabung bersama mereka, mereka menyambutku dengan hangat dan
menyenangkan, timbul dibenakku ingin seperti mereka, masih bujang, masih gadis,
lepas dan bebas...., namun segera kuusir perasaan tersebut, toh aku yang menginginkan
pernikahan dini ini, mensegerahkan menikah adalah sebuah pahala apalagi dalam
sisi materi aku sudah berkecukupan karena diusiaku yang masih muda ini,
alhamdulilah aku sudah dikaruniai sebuah pekerjaan tetap, dan juga alasanku untuk
segera menikah ini yah untuk menghindari pacaran, kegiatan yang mengandung 1001
maksiat tersebut,
“Weiii...
pengantin muda.....” ujar salah satu dari merka
Aku
hanya tersenyum kecut saja membalas panggilan tersebut.
“Jangan
terlalu malam tidurnya, ntar besok malah kecapean, kan malamnya bakal kerja
keras, hahahahaha” celetuk salah satunya lagi yang disambung oleh gelak tawa
lainnya
“Ah
kalian bisa saja” jawabku ringan
Setelah
itu kami saling bernyanyi dan bersendau gurau, hilang sudah penat dihatiku, namun
karena memang tak terbiasa begadang, mataku berat juga, ku lihat beberapa dari
kami juga sudah menghilang dan bertumbangan, aku pamit dan kembali kedalam
kamarku.
Kurebahkan
lagi badanku kekasur empuk tadi, dan kini hanya dalam beberapa hitungan detik
saja dan hisapan nafas, aku sudah melayang kedalam dunia mimpi yang siap
membuai angan-anganku.
“Assalamualaikum....”
ujarku pelan didampingi kedua orangtuaku dihari yang terik itu
“Waalaikumsalam...masuk..masuk..”
jawab seorang ibu dari dalam sana, kami bertiga segera masuk dan duduk dikursi
ruang tamu,
“Waduh
ada apa nih adik dan orang tuanya datang main kesini..?” tanya ibu tersebut,
beberapa saat kemudian seorang gadis dengan jilbab panjangnya dan baju jubah
panjangnya yang menutup setiap sudut auratnya tersebut datang membawakan kami
minuman dan beberapa makanan ringan..
“Silahkan...”ujarnya
pelan
“Terima
kasih” jawab ibu, gadis itu tersenyum dan masuk kembali kedapur
“Begini
bu, kami disini selaku orang tua dari anak kami mau mengantarkan dia...ehmm...kamu
saja yang lanjutkan nak..” ujar ayahku
“Bismillahirahmanirahim,
insyaallah, maksud kedatangan aku, ayah dan ibu kesini karena ingin
menyempurnakan setengah dari agama islam, aku ingin mengkhitbah anak
ibu...”jawabku lantang dan lancar..
“Waduhh....alhamdulilah,
kalo ibu sih terserah kepada anak ibu saja yang memutuskan, karena sejak awal
ibu juga sudah menyerahkan calon suami kepadanya” jawab ibu tersebut sedikit
kaget, namun ia bisa mengendalikan diri dan memberikan senyum ramahnya.
“Naakk...sini
nak...” panggil ibu itu lagi
Gadis
tersebut keluar dari belakang dan duduk disebelah ibunya
“Gimana
nak, kamu sudah dengar tadi dari belakangkan??” tanya ibunya lagi
“Bismillahirahmanirahim....insyaallah,
dengan mengharap Ridho-Nya, aku terima lamaran mas..”jawab gadis tersebut
sembari tersenyum simpul..
“Alhamdulilah....”
hampir serentak kami yang berada diruangan tersebut melafaskan hamdalah, senyum
merkah bermekaran dari bibir kedua orangtuaku dan ibu gadis tersebut, aku
menutupkan wajahku sembari mengucap syukur tiada henti kepada sang pencipta....
“Allahuakbar....Allahuakbar...”
suara adzan subuh membangunkanku dari mimpi panjangku, ah.....lagi-lagi mimpi
itu terulang, mimpi ketika aku mengkhitbah sang calon istriku tersebut, segera
aku mengambil air wudhu untuk segera sholat subuh, sempat sudut mataku melihat
para ibu-ibu dan bapak-bapak berjibaku dengan asap-asap menggepul dari kayu
bakar yang tengah menanak nasi dan air tersebut,
Pagi
itu juga tukang rias sudah bersiap meriasku, dihadapan kaca besar tersebut,
lelaki yang agak gemulai itu sibuk menyisir dan memoles wajahku agar terlihat
lebih tampan, dari kaca besar itulah kulihat..
Ah...,
aku tampan juga ya?? Tapi apalah guna ketampanan ini lagi kelak jika aku sudah
tak bisa nongkrong di mall?? Atau menarik perhatian gadis-gadis dikampusku,
namun segera ku beristighfar atas kekhilafanku, tak lah ada manfaatnya jika aku
melakukan seperti pikiran yang dibisikkan setan barusan.
Acara
akad pagi itu sekitar pukul 10 segera dilaksanakan, dengan menggunakan adat
rejang yang tersusun atas 4 bagian acara yang dimulai dari acara satu, terlihat
para pengurus adat berdiri sambil memegang bakul sirih, dilanjutkan dengan
beberapa prosesi lainnya hingga masuklah pada acara inti, yakni akad nikah..
Dalam
hati aku melafaskan basmallah...dan dilanjutkan qobul
“Aku
terima nikahnya dan kawinnya Fatimah binti Samir, dengan mas kawin seperangkat
alat sholat tunai”...
“Sah...,
sah..., sah...” berulang suara tersebut menggema dipikiranku
“Alhamdulilah.....”
ujar seluruh yang berada diruangan tersebut berbarengan
Setelah
itu penghulu membacakan doa dan acara prosesi pernikahan dengan adat rejang
tersebut ditutup dengan acara ke 4 yakni penutup.
Suasana
begitu ramai siang itu, beberapa anak kecil berjubel berlari dari sini kesana,
sibuk tak karuan, para tamu undangan juga ada yang mulai mengambil makanan yang
disediakan oleh panitia, alunan musik nasyid yang didendangkan teman-temanku
terdengar syahdu mengiringi acara siang itu, aku dan fatimah tegak berdampingan
di peraduan menyalami setiap tamu undangan yang memberi selamat,
“Selamat
ya ukhti...selamat, akhirnya walimahan juga” ujar salah satu teman istriku
tersebut.
“Selamat
ya bro, selamat ya akhi, selamat cuy, selamat ya kak, selamat ya Firman..”
berbagai macam ucapan selamat dari berbagai panggilan kuterima.
Alhamdulilah,
akhirnya acara dihari itu selesai juga, acara walimahan alias pernikahan kami
berjalan dengan lancar, dan sekarang kami sudah halal...alhamdulilah...
Entah
mengapa semuanya lepas sekarang, lega dari lubuk hatiku, semua yang kurisaukan
dahulu kini sirna sudah, aku sadar ini adalah keputusan tepatku untuk
menikahinya atas mengharap ridho dari Allah Swt, insyaallah...
Sore
itu aku dan fatimah duduk di teras rumah kami..
“Pacaran
yuk....” godaku keistriku tersebut..
“Yuk,
pacaran selepas menikahkan halal ” jawab istriku dengan senyum manis merona
dipipinya
“Amin..ya
rabb....” jawab kami berbarengan
Aku
starter motor bebek tuaku, motor bebek yang tak pernah sekalipun membonceng
wanita yang belum halal dijok belakangnya, kini akhirnya jok belakang motor
tersebut duduki seorang wanita juga, iya dia adalah istriku, seseorang yang
telah halal bagiku.
Kami
telusuri setiap sudut kota sore itu, tak ada yang menghalang, berboncengan dan
duduk berdua kami dipinggir pantai sore itu, kami tak khawatir karena kegiatan
inipun juga bukanlah sebuah kegiatan maksiat seperti yang dilakukan orang
pacaran, alhamdulilah akhirnya aku merasakan juga, dan aku dan istriku
beruntung kami berdua bisa merasakannya ketika kami berdua telah halal, dan
ternyata keputusan aku dan fatimah untuk menikah muda bukanlah suatu hal yang
sia-sia, dan salah satu nikmat yang kami rasakan ialah sore ini, berpacaran
selepas nikah itu nikmat, apalagi diusia muda, dan tentunya kami sudah tak
sabar menanti nikmat-nikmat lainnya dari menikah muda yang diRidho-Nya ini, dan
pada akhirnya perjuangan kami menjaga kehormatan masing-masing dijawab dengan
indah oleh Allah Swt dengan sebuah mahlinggai pernikahan yang begitu indah, ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar